Kumandang informasi

Merawat Integritas Penyelenggara Pemilu dan Pilkada Menurut Pegiat Demokrasi

      Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddih

 

PANDEGLANG, BANTEN – Pemilu dan Pilkada adalah pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan media lima tahunan yang konstitusional bagi pergantian kepemimpinan dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif.

Dalam demokrasi yang mengenal pakem satu orang satu suara, maka suka atau tidak, peraih suara terbanyak adalah yang ditabalkan sebagai pemimpin. Karenanya, mesti ada kesiapan untuk menang dan siap juga untuk menerima kekalahan.

Kontestasi yang diselenggarakan dengan jujur dan adil serta minim kecurangan, relatif lebih bisa diterima hasilnya dibandingkan bila kontestasi banyak diwarnai dengan kecurangan yang bisa berakibat pada delik dugaan pelanggaran.

Ada banyak cara untuk menggaransi proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan dengan benar. Misalnya lewat quick qount, real count, Sirekap, dan pleno secara berjenjang mulai tingkat Tempat Pemungutan Suara atau TPS, Kecamatan, Kabupaten dan Kota, Provinsi, hingga tingkat Nasional. Bahkan dibuka kemungkinan untuk bersengketa di Mahkakamh Konstitusi atas hasil yang diyakini meragukan.

Keputusan MK bersifat final dan mengikat bagi semua. Artinya, ketuk palu hakim MK menjadi gong penanda bahwa seluruh rangkaian pesta demokrasi berakhir. Yang terpilih semoga amanah, yang kalah mesti lapang dada. Bila masih tak terima, maka cara yang tepat adalah persiapkan untuk Pemilu dan Pilkada 5 tahun berikutnya.

Pesta demokrasi yang baik dan dapat dipertanggung-jawabkan sehingga bisa diterima oleh seluruh pihak, tidak terlepas dari peran penyelenggara. Penyelenggara yang memiliki integritas yang baik dan kompetensi yang mumpuni.

Integritas itu sederhananya adalah selarasnya antara ucapan dengan tindakan. Rumusan integritas itu tertuang dalam ikrar dan janji yang dilisankan ketika para penyelenggara Pemilu dan Pilkada disumpah saat pelantikan.

Integritas itu dalam prakteknya adalah bertindak adil, jujur, netral, amanah, proporsional, dan istiqomah terhadap regulasi atau peraturan. Sementara kompetensi berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, dan pemahaman yang benar terhadap regulasi, seperti Undang-Undang.

Integritas dan kompetensi merupakan modal dasar bagi penyelenggara Pemilu dan Pilkada. Dengan integritas yang baik dan kompetensi yang mumpuni, diharapkan para pemangku hajat ini bisa menggelar pesta demokrasi dengan baik.

Menghadirkan penyelenggara yang memiliki kompetensi itu masih lebih mudah dibandingkan dengan membentuk penyelenggara yang memiliki integritas yang baik. Kompetensi itu bisa diproses lewat sosialisasi, pembekalan, rapat teknis, dan acara semacam lainnya.

Namun menumbuhkan integritas itu butuh waktu lama dan panjang. Karena ia menyangkut jejak rekam, tabiat, karakteristik, dan kepribadian. Itulah mengapa porsi urgensi integritas masih harus dipandang lebih besar dibanding sekedar kompetensi.

Karena adil merupakan bagian dari integritas, maka penyelenggara Pemilu dan Pilkada mesti memperlakukan semua peserta secara setara. Tidak diskriminatif, hanya karena faktor tertentu. Perkara berlaku adil bukan lagi teori yang mesti dipelajari. Adil bagi penyelenggara harus dipraktekan.

Jujur merupakan sikap yang tidak datang secara tiba-tiba pada seseorang. Maka penting bagi penyelenggara Pemilu dan Pilkada diatasnya untuk mempertimbangkan jejak-rekam seorang calon penyelenggara yang akan direkrut di tingkat bawahnya.

Pun amanah. Perilaku yang menunjukkan kemauan, kesiapan, dan kesediaan untuk menyampaikan sesuatu secara utuh, apa adanya, tanpa niat culas untuk mengurangi dan atau menambahkan karena dilatari kepentingan, adalah salah satu cara untuk bisa dipercaya sebagai penyelenggara.

Demikian juga dengan sikap netral yang ditunjukkan. Perilaku yang tidak menunjukkan keberpihakan terhadap orang, kelompok, peserta, kubu, atau partai politik tertentu ini, bisa membuat penyelenggara memiliki keleluasan untuk bertindak dan tidak ada ketergantungan kepada pihak lain.

Bersikap proporsional dalam konteks integritas penyelenggara Pemilu dan Pilkada ini adalah bisa menempatkan diri sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Seperti tidak _pacorok-kokod_ kewenangan antara komisioner yang bekerja ditatar pelaksana regulasi dengan tim sekretariat sebagai pelaksana teknis yang membantu tugas-tugas komisioner.

Istiqomah terhadap regulasi juga merupakan bagian dari integritas penyelenggara Pemilu dan Pilkada. Ulah nakal seorang penyelenggara Pemilu dan Pilkada dalam menyiasati regulasi bisa menjadi pemantik awal menuju pesta demokrasi yang akan sarat masalah.

Mesti diakui bahwa sekalipun pada perhelatan Pemilu lalu dilakukan perekrutan calon penyelenggara yang dianggap memiliki integritas dan kompetensi, lewat seleksi yang panjang dan berjenjang, masih saja ada penyelenggara yang nakal saat menggunakan kewenangannya.

Ada penyelenggara yang memanfaatkan jabatan strategisnya sebagai _bargaining position_ terhadap para pihak yang memiliki ketergantungan terhadapnya. Misalnya anggota KPU Kabupaten dan Kota saat merekrut penyelenggara adhoc tingkat kecamatan atau PPK.

Atau ketika Bawaslu Kabupaten dan Kota saat merekrut calon penyelenggara adhoc tingkat kecamatan atau Panwascam. Pada daerah tertentu, tercium aroma tidak sedap saat proses perekrutan itu berlangsung.

Bahkan, Penulis mendapat informasi yang kemudian terbukti, hal yang sama dilakukan oleh panitia adhoc tingkat kecamatan ini saat mereka merekrut calon penyelenggara dibawahnya, yaitu Panitia Pemungutan Suara atau PPS dan Pengawas Desa dan Kelurahan atau PKD.

Menjadi penyelenggara Pemilu dan Pilkada itu seksi. Dia akan menjadi buruan banyak pihak. Baik peserta, pengurus partai politik, tim kampanye, dan kandidat kepala daerah. Diburu karena akan dimanfaatkan untuk kepentingannya.

Untuk kepentingan mereka, maka memungkinkan munculnya tindakan berupa ajakan, bujukan, rayuan, hingga godaan berupa janji dan atau iming-iming. Untuk kepentingan yang sama, malah bisa jadi juga sebaliknya. Akan muncul hambatan, tantangan, ancaman, gangguan, hingga intimidasi.

Pada situasi seperti inilah pentingnya memiliki integritas tersebut. Penyelenggara Pemilu dan Pilkada di berbagai tingkatan ini mesti memiliki prinsip sebagaimana rumusan sumpah dan janji yang lantang dilisankan saat pelantikan. Sehingga dia tidak gamang, ragu, dan tahan serta kuat terhadap iming-iming juga intimidasi.

Jabatan itu amanah. Dia adalah pemberian. Yang suatu akan berakhir ketika periode masa jabatan berakhir. Bahkan bisa jadi diambil kembali pada saat ditengah masa jabatan. Karena dinilai tidak kompeten dan atau menodai integritas.

Karenanya, gunakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Tunjukkan kinerja dengan baik. Jangan aji mumpung. _Ulah mangpang-meungpeung!_ Karena amanah ini bisa menjadi investasi jangka panjang untuk tujuan berikutnya.

Saat menjabat, tak perlu jumawa. _Jangan ameuneu!_ Jangan sok bergaya pejabat. Karena itu akan menjadi bagian dari catatan jejak-rekam. Bila catatan baik maka akan menjadi modal baik. Bila catatan banyak cela, pastinya tak layak jadi penyelenggara berikutnya.

Hari ini mungkin anda menjadi penyelenggara hanya di tingkat desa dan kelurahan, sebagai Panitia Pemungutan Suara atau PPS. Hari ini mungkin anda menjadi penyelenggara hanya di tingkat desa dan kelurahan sebagai Pengawas Desa dan Kelurahan atau PKD.

Kalau anda bisa menunjukkan kinerja yang disertai dengan integritas yang baik, maka jejak-rekam ini bisa menjadi modal bagi anda untuk naik pada tahap berikutnya. Termasuk anda yang hari ini menjadi anggota PPK atau Panwascam. Juga KPU dan Bawaslu Kabupaten dan Kota.

Roda kehidupan terus berputar. Hari ini anda di level desa dan kelurahan. Bisa jadi pada periode mendatang anda menjadi penyelenggara di level kecamatan. Pun demikian, hari ini anda anggota PPK atau Panwascam. Pemilu dan Pilkada berikutnya bisa jadi terbuka peluang lebar bagi anda untuk menduduki posisi anggota KPU atau Bawaslu Kabupaten dan Kota.

Untuk Panitia Pemungutan Suara atau PPS Pilkada 2024 yang hari ini dilantik secara serentak se Indonesia, Penulis mengucapkan selamat mengemban amanah. Semoga niat, maksud, serta tujuan anda menjadi penyelenggara, bukan semata sebagai wujud pengabdian pada negara, tetapi juga dicatat sebagai amalan bernilai pahala.

 

Demikian artikel tersebut dibuat oleh Ocit Abdurrosyid Siddih Pegiat Demokrasi dan Pemilu. Penulis juga merupakan Koordinator Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bawaslu Provinsi Banten Periode 2018-2023. Saat ini memimpin Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society.

Ocit Abdurrosyid Siddih Pegiat Demokrasi dan Pemilu. Penulis juga merupakan Koordinator Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bawaslu Provinsi Banten Periode 2018-2023.

Berita Terbaru