BANTEN – Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Banten colek isu kekerasan seksual, di Hari Anak Nasional yang rutin diperingati setiap tanggal 23 Juli tiap tahunnya.
Seperti diketahui, berdasarkan data yang dihimpun dari beberapa sumber, sebanyak 712 kasus kekerasan terhadap anak tercatat di Banten pada tahun 2024 kemarin, 523 diantaranya adalah korban langsung yang mengalami kekerasan seksual.
Departemen Perempuan LMND Banten, Siti Nur Aisyah menyatakan bahwa Hari Anak Nasional jangan hanya dijadikan sebagai peringatan semata, namun harus juga dijadikan sebagai momen pertaubatan sosial, mengingat angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di Banten masih besar.
“Di Banten sendiri, ada 712 kasus kekerasan terhadap anak, dan sebanyak 523 adalah korban langsung kekerasan seksual, angka tersebut seharusnya sudah cukup membuat kita berhenti sejenak bukan untuk perayaan, tapi untuk pertaubatan sosial,” ucap Siti Nur Aisyah kepada media pada 24 Juli 2025.
Perempuan yang akrab disapa Aca itu juga menilai bahwa Hari Anak Nasional harus dijadikan sebagai panggung pengingat, bahwa anak-anak berhak atas rasa aman, kasih sayang, dan tumbuh dalam ruang tanpa kekerasan.
“Harus kita ketahui, esensi dari Hari Anak Nasional adalah pengingat untuk kita semua, bahwa seyogianya setiap anak memiliki hak untuk rasa aman, kasih sayang, dan tumbuh dalam ruang tanpa kekerasan dari pihak manapun,” lanjutnya.
Menurut perempuan yang juga aktif dalam bidang advokasi dan pendidikan rakyat itu, bahwa sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak, merupakan orang-orang yang ada di lingkungan terdekat dengan korban.
“Yang lebih memilukan, pelaku sebagian besar berasal dari lingkar terdekat, seperti tetangga, guru, bahkan ayahnya sendiri, bukan monster asing, tapi sosok yang mestinya menjaga dan melindungi si anak,” ujarnya.
Bagi Aca, kekerasan seksual terhadap anak bukanlah sekedar kasus semata, melainkan bentuk struktur kekerasan yang terbentuk akibat budaya diam, sistem pendidikan yang lemah, hingga tidak adanya peran aktif dari negara.
“Saya melihat persoalan ini bukan sekadar kasus, tetapi Ia adalah struktur kekerasan yang tumbuh dari budaya diam, sistem pendidikan yang abai, dan negara yang lambat,” tutupnya. (Red).