PANDEGLANG, BANTEN – Selain menampung pembuangan sampah dari 22 kecamatan di wilayah Kabupaten Pandeglang, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Kroncong, Kabupaten Pandeglang juga akan bertambah menampung sampah dari Tangerang Selatan (Tangsel) yang sebelumnya sudah berjalan dari Kabupaten Serang dan Cilegon.
Kondisi TPA saat ini semakin menimbulkan bau tak sedap yang menyengat dari tumpukan sampah tak lagi sekadar gangguan, melainkan telah menjadi menu harian yang terpaksa dihirup oleh masyarakat sekitar TPA tersebut.
Selain itu, kondisi ini menandai bahwa keberadaan TPA Bangkonol telah memasuki fase yang semakin mengkhawatirkan.
Ironis, dengan kondisi TPA seperti itu, Pemkab Pandeglang justru disinyalir membuka peluang lebih luas dengan menyatakan kesiapannya menampung sampah dari Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dengan alasan demi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kebijakan itu langsung menuai protes dan kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Warga menilai pemerintah telah abai terhadap dampak lingkungan dan kesehatan jangka panjang yang mereka tanggung.
Halim, salah satu warga sekitar terdampak akibat baut sampah yang semakin menyengat itu, mengatakan bahwa truk-truk pengangkut sampah dari luar daerah seperti dari Kabupaten Serang Raya lalu-lalang setiap hari membuang limbah ke lokasi TPA Bangkonol. Akibatnya, kualitas udara di sekitar pemukiman warga sangat buruk dan tak layak hirup, selain itu kondisi jalan menuju lokasi gelap gulita tanpa adanya Penerangan Jalan Umum (PJU) yang rawan kecelakaan.
“Ambrengan bau-nya menyengat banget, apalagi kalau hujan. Tiada hari tanpa mencium bau sampah, tiap hari siang malam kendaraan keluar masuk jalan menuju TPA yang padat penduduknya dan minimnya PJU juga jadi masalah bagi warga rawan kecelakaan,” tutur Halim warga sekitar kepada media, Senin (21/7/2025).
Sementara, lanjut Halim janji dari pihak pemerintah kepada warga bahwa kompensasi akan diberikan setiap bulan. Namun tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab faktanya warga mengaku hanya menerima satu kali dengan nominal nilai sebesar Rp.25 ribu rupiah selama setahun ini.
“Itu waktu tahun kemarin dikasih Rp.25 ribu yang sampah dari Serang, kalau saya enggak nerima enggak mau, yang nerima itu pernah tetangga saya itu dapat kompensasi Rp25 ribu, memang sih dijanjikannya tiap bulan. Tapi sudah satu tahun ini baru satu kali saja,” ujarnya.
Ia menuturkan, bahwa kondisi lingkungan yang tercemar mulai berdampak pada kesehatan warga sekitar. Beberapa di antaranya mengalami gejala penyakit kulit.
“Iya, ada yang kayak alergi kulit gitu. Selain itu juga setiap warga memasak ikan, sudah pasti lalat hijau besar-besar dengan tiba-tiba banyak masukan kedalam rumah,” ucapnya.
Informasi yang beredar Pemkab Pandeglang tengah menjajaki kerja sama baru untuk menerima sampah dari Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Saat ini, proses kerja sama tersebut masih dalam tahap pembahasan terus menuai kecaman dan protes masyarakat Pandeglang dan warga sekitar.
Sementara saat dikonfirmasi media, Sekretaris DLH Pandeglang, Winarno mengatakan bahwa hingga kini prosesnya masih dalam tahap pembahasan administrasi. Pihaknya belum bisa memastikan apakah kerja sama tersebut akan disetujui atau tidak, karena inisiatifnya masih berasal dari Pemerintah Kota Tangsel.
“Belum ada sinkronisasi, kita hanya baru membalas surat terkait kerja sama. Prosesnya masih panjang,” kata Winarno.
Winarno juga menanggapi isu penolakan dari warga sekitar TPA Bangkonol terkait rencana kerja sama ini. Ia menyebut jika kerja sama itu benar-benar terwujud, Pemkab Pandeglang akan menyiapkan langkah mitigasi untuk mengurangi dampak terhadap masyarakat.
“Nanti akan ada semacam mitigasi penanganannya, kita jangan dulu bicara soal tarif atau angkanya,” cetusnya.
Menurutnya, kerja sama ini nantinya akan diatur secara rinci, termasuk soal hak dan kewajiban masing-masing pihak. Salah satu poin penting adalah penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang menjadi bagian dari tanggung jawab bersama.
“Itu seperti menyediakan peralatan dan pengelolaan operasional. Jadi memang prosesnya panjang dan tidak serta-merta langsung berjalan,” katanya.
Terkait potensi penerimaan daerah, Winarno menyebut kerja sama dengan Tangsel berpotensi memberikan kontribusi signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pandeglang.
“Iya, kurang lebih yang jelas bisa di atas Rp.20 miliar per tahun,” terangnya.
Meski demikian, Winarno menegaskan bahwa semua keputusan akhir tetap berada di tangan pimpinan daerah, baik dari Tangsel maupun Pandeglang. DLH, kata dia, hanya bertugas menyiapkan kajian teknis dan administratif. (Red).