PANDEGLANG, BANTEN – Pengajian akbar Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pandeglang digelar di komplek Masjid NU Pandeglang, Kecamatan Majasari, Kamis (21/11/2024).
Pengajian tersebut menghadirkan cendekiawan muda Nahdhatul Ulama Prof. Dr. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A (Hons), Ph.D atau Gus Nadir, menggulirkan fikih sosial di zaman medsos.
Mengangkat tema ‘Membedah Khazanah Fiqih Sosial di Zaman Medsos”, Gus Nadir berharap pengajian ini dapat menggulirkan Fiqih Sosial yang selama ini tenggelam di tengah fenomena sosial yang memiliki problem sosial amat kompleks.
“Fenomena Judol atau judi online, itu haram jelas. Tapi apakah fatwa haram itu dapat menyelesaikan masalah. Tidak selesai dengan mengeluarkan fatwa ini haram saja. Ternyata faktanya di sana ada orang dalam, operatornya bisa disuap. Kemudian berita hoax oleh MUI itu dihukumi haram, tapi itu tidak menyelesaikan masalah juga. Itu masih jadi fenomena sosial,” kata Gus Nadir.
Lalu bagaimana hukumnya sholat Jum’at secara online, kata Gus Nadir, yang Imamnya berada di seberang sana, sementara jama’ahnya di tempat lain. Bagaimana kalau tiba-tiba internetnya bermasalah, imam sudah sujud jama’ah masih ruku.
“Atau bagaimana hukumnya menikah online, apakah nanti pasangan yang dinikahinya tidak tertukar karena tidak dalam satu majelis, apakah nanti malam pertamanya juga online?,” ujarnya memaparkan materi di pengajian yang disambut riuh ibu-ibu Majlis Taklim Pandeglang.
Saat ini, sambungnya, sedang rame lagi boikot produk pro Israel. Kita benci dan sangat menentang gerakan zionis terhadap rakyat Palestina. Di Australia setiap hari Sabtu ada demonstrasi mendukung Palestina. Kenapa mereka bela Palestina? Karena ini kejahatan kemanusiaan. Masalahnya keluar fatwa MUI bahwa barang- barang yang terafiliasi dengan Israel jangan dibeli. Kita boikot! Setuju tidak? Setuju. Saya juga setuju.
“Masalahnya waktu fatwa itu dikeluarkan tidak ada daftarnya oleh MUI. Produk mana aja yang terafiliasi dengan Israil. Jam 5 sore keluar fatwa, jam setengah 7 malam sudah keluar daftarnya. Bukan MUI yang buat. Beredar dari WA ke WA. Kita tidak tau.
“Jangan sampe semangat memboikot yang kena tetangga kita sendiri. Boleh memboikot? Boleh. Tapi boikot yang cerdas. Begitu dapat informasi yang sahih bahwa itu produk Israel boleh diboikot. Kita harus hati-hati tanya sama orang yang tahu informasinya.
“Jangan sampai emosi kita itu menimbulkan kemadaratan, merespon masalah dengan masalah baru, rekan rekan kita banyak yang di PHK, tokonya tutup, jangan jangan terjadi perang dagang dibalut dengan boikot,” kata dia.
“Efeknya ada perusahaan menutup sekian gerai dan memPHK ribuan karyawan. Yang terjadi sodara-sodara kita di Indonesia yang bekerja di perusahaan itu jadi korban. Lalu bagaimana nasib saudara-saudara kita yang tiba-tiba jadi pengangguran, KPR rumah belum lunas, anak-anaknya masih sekolah, ini kemudian menjadi fenomena sosial. Apa hukumnya orang yang ikut-ikutan boikot yang efeknya banyak orang yang kena PHK, kita ikut dosa tidak? Ini fenomena sosial dan kita harus hati-hati,” jelasnya.
Kemudian, jelas Gus Nadir, bagaimana memverifikasi bahwa yang diboikot itu produk zionis? Apakah perusahaan yang membuka bisnisnya di Israel menjadi gerakan zionis?.
“Lalu siapa yang mensuplai data list perusahaan itu karena MUI tidak mengeluarkan daftar perusahaannya. Jangan-jangan ada perang dagang karena toko sebelah tidak laku jualannya?,” tandas Gus Nadir.
Maka, kata dia, butuh fiqih yang merespon problem sosial itu semua. Itulah, kita membutuhkan Fiqih Sosial. Fiqih sosial Itu bukan saya yang buat, tapi sudah 30 tahun yang lalu digagas KH. Ali Yafi dan KH. Sahal Mahfudz.
“Saya juga tidak tahu jawabannya. Saya hanya menggulirkan saja. Ayo kita cari jawabannya sama-sama. Para ulama, kyai dan ilmuwan yang pakar di bidangnya bisa sama-sama melakukan ijtihad kolektif memecahkan fenomena sosial ini,” tutur Gus Nadir.
Melihat fenomena itu, Gus Nadir meminta masyarakat lebih bijak dan jangan menjadikan informasi di medsos, sebagai pijakan utama dalam menentukan sebuah keputusan.
“Selama ini fikih kita itu fikih ibadah, ada orang yang alim secara ritual, tetapi secara sosial bermasalah. Seakan akan semakin dia alim, semakin beragama, semakin jauh dari masyarakat. Seakan-akan disebut benar kalau sharenya banyak, sementara kita diajarkan di pondok tidak seperti itu, harus tabayun (konfirmasi), kekuatan dalil,” ujar salah satu guru besar Fakultas Hukum, Universitas Melbourne, Australian itu mengingatkan.
Kemudian, untuk mengingatkan masyarakat, tercatat dalam beberapa tahun terakhir, Gus Nadir getol mengkampanyekan pentingnya pemahaman fikih sosial dalam menerapkan ajaran islam yang penuh kasih sayang.
“Saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan saya sendiri, saya datang tidak dengan jawaban, tetapi saya mengajak ayo kita fikirkan (solusi dalam menyelsaikan persoalan sosial),” ujar dia.
Ketua Tanfidzyah PCNU Pandeglang, Enci Zarkasi menyambut baik kedatangan Gus Nadir di PCPNU Pandeglang. Menurutnya, kehadiran putra mendiang KH Ibrahim Hosen itu, memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat agar bijak menggunakan medsos.
“Jadi dengan datangnya beliau ke sini, Insya Allah akan memberikan wawasan yang mencerahkan kepada kita semua. Karena beliau orang tokoh muda NU yang berwawasan global,” kata dia.
Dengan ngaji fikih sosial di era Medsos ini, kata Kyai Enci Zarkasih semoga mampu memberikan pemahaman pentingnya menjaga hubungan baik sosial kemasyarakatan, untuk mencegah masalah intoleransi, radikalisme tumbuh subur di masyarakat.
“Generasi muda NU harus faham dan melek terhadap kemajuan teknologi terutama bijak menyampaikan informasi di era digital ini,” pungkasnya. (Red).